Merayakan Natal

Pekan ini, tanggal 25 dan 26 Desember, umat Kristiani merayakan Natal. Natal yang merupakan peringatan kelahiran Kristus Jesus sekitar 2000 tahun yang lalu itu menjadi sebuah perayaan besar bagi umat Kristen.
Dimana-mana Natal dirayakan, selalu ada kesan meriah dan penuh kegembiraan di sana. Warna yang dominan adalah hijau, merah dan kuning, menyiratkan adanya sukacita yang dibawa di Rata Penuhdalam merayakan Natal. Semarak Natal menghiasi seluruh kota, terutama di Eropa yang memang membangun negaranya dengan tradiri Kristiani sejak lama. Di sana, bukan hanya rumah yang dihiasi, tetapi kota ditaburi dengan lampu dan ornamen Natal. Setiap kali Natal datang, yang kita saksikan adalah sebuah kolaborasi antara budaya, seni dan ibadah pada saat yang sama.
Perayaan Natal di negeri ini juga tidak luput dari kesan sukacita dan kegembiraan. Ibadah-ibadah di gereja adalah ibadah yang membawa makna Natal kepada umatNya. Demikian juga dengan perayaan Natal di rumah-rumah, sudah sejak lama dipersiapkan. Semuanya tidak ingin melewatkan kesempatan penting dan istimewa ini. Ada kesan penting dan utama ketika perayaan Natal disambut di seluruh negeri.
Tetapi apakah Natal yang dirayakan seperti sekarang ini, seperti itukah dulu ketika Kristus pertama sekali hadir? Jawabnya tidak. Ketika Kristus lahir di Betlehem, pada waktu itu bangsa Yahudi sedang menantikan seorang yang akan membebaskan mereka dari penjajahan Romawi kala itu. Mereka menantikan seorang pejuang dengan kekuatan besar—bahkan mungkin seperti para nabi di Perjanjian Lama—yang bisa dalam waktu singkat membangkitkan perjuangan bersama mereka.
Sayangnya yang mereka lihat dan dengar adalah sosok bayi yang mungil, manusia biasa, yang kemudian tumbuh dan berkembang di dalam keluarga seorang tukang kayu. Ini adalah fakta yang kemudian menyebabkan Kristus menjadi sebuah kontroversi. Apalagi pelayanannya di kemudian hari banyak melibatkan mereka yang terlupa, tertinggal, bahkan termarjinalkan di dalam kehidupan kala itu.
Karena itulah kelahiran Kristus yang dulu sama sekali tidak disambut oleh parade manusia, tetapi sebaliknya oleh parade dan barisan malaikat yang berdiri menyajikan pujian kepada Tuhan yang berkenan hadir ke dalam dunia ini. Ini adalah sebuah perayaan sorgawi yang merayakan bagaimana surga bersukacita atas berkat yang tidak terhingga kepada umat manusia, meski pada saat yang sama, manusia di jaman itu tidak mengenal apa yang terjadi, bahkan menolak apa yang sesungguhnya merupakan berkat Tuhan kepada mereka.
Pada konteks inilah kita ingin memahami Natal. Kita berharap bahwa semangat perayaan Natal ini justru kita pahami sebagai sebuah perenungan terhadap diri yang sering tidak memahami rencana Tuhan, termasuk berkatNya yang sesungguhnya melimpah dalam kehidupan.
Perayaan Natal jangan sampai menjadikan umatNya bagaikan umat Yahudi di jaman dulu, yang tidak tahu bahwa Juru Selamat sudah hadir di depan mata mereka. mereka menunggu dan menanti bahkan merayakan yang lain, bukannya menjadikan apa yang terjadi sebagai sebuah titik balik kehidupan untuk merangkul, menggapai dan melibatkan mereka yang selama ini tercecer dari pelayanan keimanan mereka sendiri.
Natal memang mengubah semua. Mengubah cara pandang umatNya terhadap Dia yang datang, mengubah semangat pelayanan sehingga lebih membumi dan melebar, serta mengubah semarak yang hanya sekedar simbol, menjadi perayaan yang sesungguhnya.

0 komentar: